Sabtu, 09 Juli 2011

Kegiatan rutin Tarekat Naqsabandiyah


A. A.   Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka tasawuf yang terkenal  yakni, Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi(717 h/1318M-791h/1389M), dilahirkan di sebuah desa Qashrul  Arifah, kurang lebih 4 mil dari Bukhara’ tempat lahir Imam Bukhari. Ia berasal dari lingkungan keluarga dan lingkungan yang baik. Ia mendapatkan gelar Syah yang menunjukan posisiya yang penting sebagai seorang pemimpin spiritual. Ia belajar ilmu tasawuf kepada Baba al-samsi yang pada usia 18 tahun. kemudian a balajar ilmu tarekat kepada Amir Sayyid Kulal al-Bukhari. Kulal ialah seorang khalifah Muhammad Baba al-Samsi. Dari kulal inilah ia pertama belajar tarekat yang didirikanya. Selain itu Naqsyabandiyah peernah juga belajar pada seorang arif bernama al-Dikkirani selama sekitar satu tahun.  Ia pernah bekerja untuk khalil penguasa Samarkand, kira-kira selama dua belas tahun. Ketika sang penguasa digulingkan pada tahun 748h/1347M, ia pergi ke Ziwartun. Disana ia mengembangkan binatang ternak selama tujuh tahun, dan tujuh tahun berikutnya  dalam pekerjaan perbaikan jalan. Hal ini di lakukan sebagai bagian dari pendidikan mistisnya untuk memperdalam sumber-sumber  rasa kasih sayang dan cinta kepada sesama manusia serta membangkitkan perasaan pengabdian dalam memasuki lingkungan mistis.
Naqsabandi mengemukakan kisahnya:
“tatkala syekh muhammad al-Samsi meninggal dunia, aku bawa nenek ku ke samarkand, di situ aku dipertemukan dengan seseorang alim lagi shaleh, meminta restu semoga aku didoakannya. Keberkatannya Alhamdulillah sudah ku peroleh. Kemudian aku dibawanya ke bukhora, dan mengawinkan aku dengan seorang wanita. Namun aku tetap bermukmin di Qashrul ‘arifah.”
Pendidikan Baha’ al-Din Naqsyabandi dari kedua gurunya yakni Baba al-Samsi dan Amir Kulal, membuat  ia mendapatkan mandat yang cukup sebagai pewaris tradisi Khawajagan (dibaca khojagan). Ia hidup sederhana dan jika ditanya mengapa mengapa ia tidak memiliki seorang hamba laki-laki atau perempuan, ia menjawab, “rasa memiliki tidak mungkin bersatu dengan kewalian.’’ Selain itu ia sangat memperhatikan latihan moral dan spiritual murid-muridnya dan tidak suka jika mereka memiliki niat yang buruk, jelek atau hubungan buruk dengan orang lain.
Berkaitan dengan jalan mistis yang ditempuhnya, Baha al-Din mengatakan bahwa ia berpegang teguh pada jalan yang ditempuh Nabi dan para sahabatnya. Ia mengatakan bahwa sangatlah mudah mencapai puncak pengetahuan tertinggi tentang monoteisme (tauhid), tetapi sangat sulit mencapai makrifat yang menunjukan perbedaan halus antara pengetahuan dan pengalaman spiritual.

B.   B.  Penyebaran Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki Siriah, Afganistan, dan India. Penyebaran tarekat ini bukan saja di kota kota penting, melainkan di kampung-kampung kecil pun tarekat ini mempunyai zawiyyah (padepokan sufi) dan rumah peristirahatan Naqsyabandiyah sebagai tempat berlangsungnya aktivitas keagamaan yang semarak.
Secara organisasi aspek penting dari tarekat ini adalah afilias spiritualnya dengan khalifah pertama abu bakar. Walaupun beberapa subcabangnya menelusuri asal-usulnya kepada khalifah ‘ali. Namun afiliasi utama tarekat ini kepada Abu Bakar. Sedangkan dari aspek spiritual, hal yang menonjol dari tarekat Naqsyabandiyah adalah mampu membentuk alam perkembangan spiritual dengan menunujukan berbagai tahapan dan kedudukan yang harus dilalui oleh seseorang sufi, berdasarkan pengalaman dan petualangan spiritual.
Tokoh yang mempunyai peran besar dalam penyebaran tarekat ini secara geografis adalah Sa’ad al-Adin Kasghari. Ia bertempat tinggal di Herat ibu kota kekaisaran Timurid (sekarang kota besar di Afganistan Barat) ia diantaranya pernah membaiat penyair dan ulama besar ‘Abd. Rahman Jami’, yang berjasa memomulerkan tarekat ini di lingkungan istana, dan kemudian menyebar terus ke selatan.
Penyebaran tarekat Naqsyabandiyah kemudian memasuki wilayah India (yang kemudian berpengaruh ke wilayah Indonesia), sekitar abad ke 10h/16M atau tepatnya pada tahun 1526.

C.   C. Pelopor Tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara
Syaikh Yusuf Makasari merupakan orang yang pertama memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara. Seperti di sebutkan dalam bukunya safinatun najah. Ia menerima ijazah dari syekh Muhammad Abd. Al-Baqi di yaman kemudian mempelajari tarekat ketika berada di Madinah di bawah bimbingan Syaikh Ibrahim al-Kurani. Syekh Yusuf berasal dari kerajaan islam Goa, sebuah kerajaan kecil di sulawesi selatan. Dan mempunyai pertalian darah dengan keluarga kerajaan di daerah itu. Ia di lahirkan di Makasar pada tahun 1626 M. pada tahun 1644 dalam usianya yang relatif masih muda ia pergi ke yaman dan diteruskan ke Mekkah lalu Madinah untuk menuntut ilmu dan naik haji. Pada tahun  1672 ia kembali ke indonesia, namun situasi politiknya di Makasar pada waktu itu menyebabkan ia mengurungkan diri untuk kembali ke tanah air. Dan ia memilih menetap di Banten, Jawa Barat, hingga menikah dengan putri Sultan Banten dan menjadi seorang syeikh bersuara lantang dan sangat berpengaruh. Kehadiran Syaikh Yusuf merupakan sumbangan basar dalam mengangkat nama Banten sebagai pusat pendidikan Islam yang menarik pelajar untuk berdatangan kesana dari segala penjuru pesantren.
Mungkin saja Syeikh Yusuf bukan orang yang menganut Tarekat ini diIndonesia,  Namun ia adalah orang yang pertama menulis tentang tarekat ini, sehingga kemudian ia di anggap sebagai orang yang pertama yang memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia.
D. Kegiyatan rutin tarekat Naqsyabandiyah:
Sekarang tarekat ini di ketuai oleh KH. Raden Abdussalam . Kegiatan atau amalan yang di lakukan oleh Tarekat Naqsyabandiyah ini sebagai berikut :
·         Melakukan amalan dzikir sirr, dan lafadz yang di lafadzkan ialah hanya Allah saja.
·         Khataman Tarekat yang dilakukan ba’da asar.
·         Pertemuan dengan guru/mursyid (tawajun) yang di lanjutkan dengan dzikir sirr. Kegiatan ini di lakukan setiap ba’da dzuhur setiap hari selasa dan jum’at.
·         Suluk yakni meninggalkan keluarga, melupakan hal-hal yang bersifat dunia, dilakukan di pondok (di ibaratkan seperti orang yang meninggal yaitu jauh dari keluarga dan dunia)
·         Suluk dilakukan selama 40 hari dalam setahun, bisa di laksanakan sekaligus atau per 10 hari atau per 20 hari.
·         Kegiatan yang di lakukan waktu suluk:
1.      Sholat 5 waktu berjamah
2.      Tawaju di lakukan ba’da zuhur
3.      Khataman tarekat setelah sholat asar
4.      Khataman dan tawaju setelah sholat isya’
5.      Tengah malam wajib sholat tahajjud, khataman lalu tawaju sampai subuh
6.      Sholat isrok dan duha
·         Dzikir sirr hanya di lakukan hanya mengucapkan lafadz Allah saja
·         Setelah penambahan dzikir mencapai puncak 11.000x selanjutnya dzikir di ganti dengan mengucapkan lafadz laailahaillallah.




DAFTAR PUSTAKA
Sajaroh, Wiwi siti. Tarekat Naqsyabandiyah. 1996. (Al-Husna Dzikra). Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut