Sabtu, 09 Juli 2011

apakah tauhid Uluhiyah dan Rububiyah itu?

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kita berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri kita sendiri dan keburukan amal kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah tak akan ada orang yang sanggup menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan tak akan ada yang sanggup menunjukinya.
bahwasannya tiada ilah yang hak melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad saw adalah hamba dan utusan-Nya. semoga Allah merahmati kita, ketahuilah bahwa perkara terbesar berkenaan dengan diutusnya para rasul dari yang pertama hingga terakhir adalah perintah untuk ibadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya (Tauhid), serta memperingatkan dan melarang peribadatan kepada selain Allah
      Demikianlah al-Qur’an dalam berbagai pembicaraan dan cerita yang dikemukakannya selalu menjelaskan bahwa tauhid adalah persoalan pokok yang diserukan oleh semua rasul. Setelah itu, baru turun hukum-hukum dan syari’at, turun penjelasan tentang halal dan haram. Karena itulah, Allah memerintahkan semua manusia untuk melakukan ibadah itu, bahkan penciptaan manusia adalah hanya untuk beribadah kepada Allah saja, sebagaimana firman Allah;
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ [الذاريات 65]      
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Al-Qur’an membincangkan tentang al-amr (perintah) dan anbiya’ Allah (nabi-nabi Allah) kerana kedua-duanya ada kaitan dengan penciptaan dan kekuasaan Allah terhadap makhluk-Nya. Al-Qur’an menerangkan segala bentuk balasan baik (pahala) untuk mereka yang mentaati Allah, Rasul dan syariat-Nya. Semua ini untuk mengajak  mereka menegakkan Tauhid al-Uluhiyyah dan Tauhid   al-Rububiyyah.

B.Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
(i)
1. Bagaimanakah pengertian Tauhid ar-rububiyyah danTauhid al-uluhiyyah secara luas?
2.Faktor apa yang melatar belakangi Tauhid ar-rububiyyah danTauhid al-uluhiyyah di anggap sangat penting bagi umat manusia ?
C.Tujuan Pembahasan
1.Menambah kekayaan intelektual dalam khazanah hukum islam (Aqidah)  mengenai wawasan   Ilmu Tauhid.
2.Memperoleh pemahaman mengenai konsep materi Tauhid ar-rububiyyah danTauhid al-uluhiyyah.

TAUHID AR-RUBUBIYYAH DAN
TAUHID AL-ULUHIYYAH
1.Tauhid Ar-Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah berarti mentauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) baik mencipta, memberi rizki menghidupkan dan mematikan serta bahwasanya  Dia adalah Raja, Penguasa dan Yang mengatur segala sesuatu[1].ilmu tauhid di sebut sebagai ilmu al aqaid karena fokus pembicaraannya adlah tentang kepercayaan atau keimanan atau credos.[2]
       Kalimah tauhid membawa pengertian mengetahui, berikrar, mengakui dan mempercayai bahawa sesungguhnya sembahan yang benar dan berhak disembah ialah Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT)  semata-mata.
Selain daripada-Nya, sama sekali tidak benar dan tidak berhak disembah.Tauhid juga merupakan kewajiban pertama yang di perintahkan oleh Allahkepada hambaNya.[3] Penghayatan kalimah itu meliputi berikrar dengan hati, menyatakan dengan lidah dan membuktikan dengan perbuatan.Tauhid ar-Rububiyyah bermakna beri’tiqad bahawa Allah SWT  bersifat Esa, Pencipta, Pemelihara dan Tuan sekelian alam. Tauhid al-Uluhiyyah pula bermakna menjadikan Allah SWT sahaja sebagai sembahan yang sentiasa dipatuhi.
Tauhid rububiyyah yang tetap diyakini oleh orang-orang kafir tetapi tidak menjadikan mereka sebagai muslim. Pengertian tauhid ini adalah menetapkan bahwa Allah adalah Pencipta, Yang memberi rizki, Yang menghidupkan dan Yang mematikan, dan Yang mengurus seluruh persoalan. Dan penetapan hal-hal ini untuk Allah tidak menyebabkan mereka menjadi muslim, karena mereka masih menyembah berhala atau kuburan orang-orang yang shalih dengan mengadakan penyembelihan di tempat tersebut, memita pertolongan kepada mereka dengan tujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Kaum musyrikin mengakui bahwasanya hanya Allah semata Pencipta segala sesuatu, Pemberi rezeki, Yang memiliki langit dan bumi, dan Yang mengatur alam semesta, namun mereka juga menetapkan berhala-berhala yang mereka anggap sebagai penolong, yang mereka bertawasul dengannya (berhala tersebut) dan menjadikan mereka pemberi syafa’at, sebagaimana yang disebutkan dalam  ayat.[4]
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُوْنَا إِلَى اللهِ زُلْفَى [الزمر: 3].
Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya".
Dalil yang menyebutkan bahwa orang kafir juga menetapkan tauhid rububiyyah adalah firman Allah :
ُلْ لِمَنِ اْلأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ () سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ () قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ () سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ () قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلاَ يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ () سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ [المؤمنون: 84 - 89].
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab) -Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" (al-Mu’minun:84-89)
Adapun tauhid yang mereka tolak adalah tauhid ibadah kepada Allah. Orang-orang musyrik pada saat ini tetap meyakini tauhid rububiyyah ini, sehingga mereka tetap berdo’a kepada Allah di siang maupun malam hari, dengan penuh rasa takut dan harap. Tetapi kemudian mereka juga berdo’a kepada malaikat untuk kebaikan mereka, untuk lebih mendekatkan diri mereka kepada Allah, dan agar malaikat memberikan syafaat bagi mereka. Mereka juga berdo’a kepada orang-orang yang shaleh seperti para wali atau para nabi.
Sebagian ulama Salaf berkata: “Jika kalian tanya pada mereka : ‘Siapa yang menciptakan langit dan bumi ?’ Mereka pasti menjawab: ‘Allah.’ Walaupun demikian mereka tetap saja menyembah Tuhan akan tetapi mereka (orang kafir) menyembah  kepada selain-Nya.” [5]
       Pernyataan orang musyrik dalam tauhid rububiyyah tidak menjadikan mereka masuk ke dalam Islam, karena tujuan ibadah mereka adalah malaikat, para nabi dan para wali; Peribadatan itu dilakukan dengan harapan mendapat syafaat dari mereka, dan untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah. Hal itulah yang menyebabkan halal darah dan harta mereka untuk diperangi.
Orang-orang musyrik di zaman kita saat ini telah melakukan kekufuran yang lebih besar dari kekufuran di zaman Nabi saw. Mereka menyekutukan Allah dalam hal perundang-undangan. Mereka tunduk pada ketentuan bahwa Allah adalah Yang membagi rizki, Dia yang menghidupkan dan mematikan, Dia Yang menurunkan hujan dari langit, Yang menumbuhkan  rerumputan dan menyiraminya, Dia menjadikan anak laki-laki bagi orang-orang yang Dia kehendaki, Dia yang menentukan jodoh mereka, baik laki-laki maupun perempuan, dan Dia menjadikan mandul bagi orang yang Dia kehendaki. Mereka yakin bahwa semua hal-hal tersebut adalah hak Allah, bukan hak raja atau presiden mereka. Tetapi dalam tasyri’ (pembuatan undang-undang), memerintah dan menentukan hukum pelaksananya adalah dari pihak mereka. Jadi hakekatnya hak itu adalah milik pemimpin mereka, thaghut mereka, atau ilah-ilah mereka yang ada di bumi. Maka mereka berada dalam kemusyrikan sebagaimana kaum kafir Quraisy, hanya saja mereka menambahkan kekufuran itu dalam bentuk lebih mengagungkan perintah, hukum, perundang-undangan dari berbagai ilah dan rabb mereka yang yang ada di bumi dari pada hukum dan perundang-undangan Allah. Maka celakalah orang yang lebih kufur daripada Abu Jahal dan Abu Lahab.
Pengertian Lanjut Tauhid ar-Rububiyyah
Antara pengertian kalimah Rabb  ialah:
1.    As-Sayyid (Tuan)
                                    5.    Pendidik              
2.    Al-Malik (Yang Memiliki)
                       6.    Pengasuh
3.    Pencipta
                                                   7.    Penjaga
4.    Penguasa                                                  8.    Penguat kuasa

A.Allah  Bersifat Mutlak
          Manusia, jika dia bersifat seperti memiliki dan berkuasa, maka sifatnya itu sementara. Segala sesuatu di alam ini kepunyaan Allah. Apa yang dimiliki makhluk hanyalah bersifat pinjaman dan majaz (kiasan). Hanya Allah sebagai Rabb al-’Alamin (Rabb sekelian alam) dan mempunyai segala sifat kesempurnaan. Dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna mengakibatkan seluruh makhluk bergantung kepada-Nya, memerlukan pertolongan-Nya dan berharapkepada-Nya.
         Manusia, jika dia cerdik, bijak dan pandai, maka semuanya itu datang daripada Allah. Segala kekayaan dan penguasaan manusia bukanlah miliknya yang mutlak tetapi datang daripada Allah.Manusia dijadikan hanya sebagai makhluk. Dia tidak memiliki apa-apa melainkan setiap kuasa, tindak-tanduk, gerak nafas dan sebagainya datang daripada Allah.Allah, Dialah Maha berkuasa, mencipta, menghidup dan mematikan. Dia berkuasa memberikan manfaat dan mudarat. Jika Allah mahu memberikan manfaat dan kelebihan kepada seseorang, tiada siapa mampu menghalang atau menolaknya. Jika Allah mahu memberikan mudarat dan keburukan kepada seseorang seperti sakit dan susah, tiada siapa dapat menghalang atau mencegahnya.Oleh itu hanya Allah sahaja ‘mutafarriq’, bermakna hanya Allah yang berkuasa untuk memberikan manfaat atau mudarat.
Firman Allah SWT:“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, maka tiada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dialah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”
(Al-An’am: 17)
Dengan sifat-sifat Allah tersebut, maka timbullah kesan tauhid kepada seseorang. Dia hanya takut kepada Allah, dan berani untuk bertindak melakukan sesuatu kerana keyakinannya kepada Allah.

B.Dalil-Dalil Tauhid ar-Rububiyyah
Banyak dalil menunjukkan bahawa Allah itu Maha Esa dan tiada sesuatu menyamai Allah dari segi Rububiyyah. Antaranya:
1.Lihatlah pada tulisan di papan hitam, sudah pasti ada yang menulisnya. Orang yang berakal waras akan mengatakan bahawa setiap sesuatu pasti ada pembuatnya.
2. Semua benda di alam ini, daripada sekecil-kecilnya hinggalah sebesar-besarnya, menyaksikan bahawa Allah itu adalah Rabb al-’Alamin. Dia berhak ke atas semua kejadian di alam ini.
3.Susunan alam yang mengkagumkan, indah dan tersusun rapi adalah bukti Allah Maha Pencipta. Jika alam boleh berkata-kata, dia akan menyatakan bahawa dirinya makhluk ciptaan Allah. Orang yang berakal waras akan berkata bahawa alam ini dijadikan oleh satu Zat Yang Maha Berkuasa, yaitu Allah. Tidak ada orang yang berakal waras akan menyatakan bahawa sesuatu itu boleh berlaku dengan sendiri.
Begitulah hebatnya Ilmu Allah. Pandanglah saja kepada kejadian manusia dan fikirkanlah betapa rapi dan seni ciptaan-Nya.terdapat seribu satu macam ciptaan Allah yang memiliki sifat yang berbeda-beda antara satu sama lain. Semuanya menunjukkan bahawa Allah adalah Rabb yang Maha Bijaksana .

D.Fitrah mengakui Rububiyyah Allah
Berikrar dan mengakui akan Rububiyyah Allah adalah suatu perkara yang dapat diterima. Hakikat ini terlintas dalam setiap fitrah manusia. Meskipun seseorang itu kafir, namun jauh di lubuk hatinya tetap mengakui Rububiyyah Allah SWT. Firman Allah SWT:  
“Dan jika kamu bertanyakan mereka tentang:  Siapakah pencipta langit dan bumi?  Nescaya mereka menjawab: Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa dan Yang Maha Mengetahui.”(Az-Zukhruf: 9)
(5)
Tidaklah susah  untuk membuktikan Rububiyyah Allah SWT. Fitrah setiap insan adalah buktinya. Manusia yang mensyirik dan mengkufurkan Allah juga mengakui ketuhanan Allah Yang Maha Pencipta.
E.Al-Quran mengakui adanya Tauhid ar-Rububiyyah di dalam jiwa manusia
Al-Quran  mengingatkan bahawa fitrah atau jiwa manusia memang telah memiliki rasa mau mengakui Allah Rabb al-’Alamin. Firman Allah SWT:  
“Dan mereka mengingkarinya kerana kezaliman dan kesombongan (mereka) pada hal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.”(An-Naml: 14)
Keengganan dan keingkaran sebahagian manusia untuk mengakui kewujudan Allah sebagai al-Khaliq (Yang Maha Pencipta), sebenarnya didorong oleh perasaan sombong, degil (‘inad) dan keras hati. Hakikatnya, fitrah manusia tidak boleh kosong daripada memiliki perasaan mendalam yang mengakui kewujudan al-Khaliq.
Jika fitrah manusia bersih daripada sombong, degil, keras hati dan selaput-selaput yang menutupinya, maka secara spontan manusia akan terus menuju kepada Allah tanpa bersusah payah untuk melakukan sebarang pilihan. Secara langsung lidahnya akan menyebut Allah dan meminta pertolongan daripada-Nya.telatah manusia, apabila berada di saat-saat genting, tidak akan terfikir dan terlintas sesuatu di hatinya kecuali Allah sahaja. Ketika itu segenap perasaan dan fikirannya dipusatkan kepada Allah semata-mata. Benarlah Firman Allah SWT:
 
“Dan apabila mereka dilambung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan keikhlasan kepada-Nya, maka ketika Allah menyelamatkan mereka lalu sebahagian daripada mereka tetap berada di jalan yang lurus. Dan tiada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain golongan yang tidak setia lagi ingkar.” (Luqman: 32)
.


2.TAUHID AL-ULUHIYYAH

A.Pengertian Tauhid Al-Uluhiyyah

Tauhid ini adalah tauhid yang diserukan oleh para rasul yang mulia agar manusia menetapkan dan mentaati tauhid uluhiyah. Makna Tauhid Uluhiyah yaitu mengesakan allah dalam peribadatan. Maksud Tauhid al-Uluhiyyah ialah kita mentauhidkan Allah dalam peribadatan atau persembahan. Allah SWT mengutuskan para rasul bertujuan menyeru manusia  menerima Tauhid al-Uluhiyyah. Tentang uluhiyah (ketuhana),dapat di artikan dengan lafadz illah[6]. Adapun macam-macam ibadah yang diperintahkan oleh Allah antara shalat, zakat, puasa, hajji, dan juga berdo’a, sebagaimana firman Allah.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ  
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (al-Mukmin:60).
Segala sesuatu yang diikuti, ditaati, dimintai keputusan hukum selain dari Allah baik ia dari golongan syetan, manusia yang masih hidup maupun yang sudah mati, binatang, benda-benda mati seperti batu, pohon atau planet (bintang), baik disembah dengan mengorbankan binatang, berdo’a kepadanya, atau shalat kepadanya, maka ia menjadi thaghut yang disembah selain dari Allah[7]. Adapun orang yang mentaati, mengikuti dan meminta putusan hukum kepada selain Allah, maka ia menjadi hamba thaghut[8].
Iman kepada thaghut terjadi karena berpaling dari salah satu bentuk ibadah kepada Allah atau
karena berpaling dari meminta keputusan hukum kepada-Nya. Dan kufur kepada thaghut terjadi dengan cara meninggalkan ibadah kepadanya, meyakini kebathilannya, tidak meminta keputusan hukum kepadanya, memusuhi hamba thaghut, mengkafirkan dan memerangi mereka.
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. (al-Anfal:39).
Maka kufur terhadap thaghut adalah rukun pertama di antara rukun tauhid, berdasarkan kepada dua hal:
Pertama, berdasarkan pada nash-nash syara’ yang mendahulukan penyebutan kufur terhadap taghut daripada iman kepada Allah, sebagaimana di dalam firman Allah,
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.(al-Baqarah:256).
Demikian juga dalam ucapan syahadat tauhid, laa ilaha illallah. Dalam ucapan itu lebih didahulukannya penafian terhadap ilah bisa difahami sebagai bentuk kufur terhadap thaghut lebih dikedepankan daripada penetapan (itsbat) yang bermakna iman kepada Allah.
Kedua, dan inilah yang lebih penting, bahwa iman dan amal shalih lainnya apabila tidak disertai dengan kekufuran terhadap thaghut manjadi tidak ada manfaatnya bagi pelakunya. Seorang yang beriman kepada Allah dan juga beriman kepada thaghut maka ia seperti orang yang membawa sesuatu dan lawannya dalam waktu yang sama, maka akibatnya pelaku itu tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari imannya dan dari amal shalih yang dilakukannya sampai ia mengingkari thaghut, sebagaimana firman Allah:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (al-An’am:88)
Maka apabila seseorang berpaling dari ketaatan kepada Rasulullah saw, dan menolak untuk mengikutinya, maka ia termasuk golongan orang kafir.
(8)
Seseorang tidak akan menjadi mukmin kecuali ia bertahkim kepada Rasulullah saw. Ibnu al-Qayyim berkata ketika menafsirkan ayat; Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (an-Nisa’:65) Allah bersumpah dengan diri-Nya sendiri yang Maha Suci, sumpah yang digunakan untuk menekankan penafian iman seseorang sehingga mereka berhukum kepada Rasulullah di dalam setiap persoalan yang terjadi di antara mereka, baik yang bersifat ushul (prinsip) mapun furu’ (cabang), dalam hukum syara’, tempat kembali, seluruh sifat dan lain-lainnya. Dan tidak ditetapkan adanya iman kalau hanya bersedia meminta keputusan kepada Rasulullah sehingga di dalam jiwa mereka tidak ada perasaan berat dan hati. Sebaliknya hati mereka terasa lapang, senang, puas, dan menerima keputusan itu dengan sepenuh hati. Dan tidak ditetapkan adanya iman itu sehingga ia menerima keputusan rasul dengan penuh keridlaan, penyerahan diri, tidak ada keinginan untuk membantah dan tidak ingin berpaling dari keputusan itu.
B.Cetusan Rasa Cinta Kepada Allah
Menyembah atau beribadah kepada Allah dapat dilaksanakan apabila tercetus rasa cinta yang suci kepada Allah dan rela (ikhlas) menundukkan diri serendah-rendahnya kepada-Nya. Seseorang hamba itu disifatkan sedang menyembah Allah apabila dia menyerahkan seluruh jiwa raga kepada Allah, bertawakkal kepada Allah, berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah, berpaut kepada ketentuan Allah, meminta serta memulang (menyerah) sesuatu hanya kepada Allah, berjinak-jinak dengan Allah dengan cara sentiasa mengingati-Nya, melaksanakan segala syariat Allah dan memelihara segala perlakuan  menurut cara-cara yang di ridhai Allah.

C.Ubudiyyah Yang Semakin Bertambah
Pengertian ‘ubudiyyah (pengabdian) kepada Allah akan bertambah sebati dan hebat kesannya dalam kehidupan manusia apabila semakin mendalam pengertian dan keinsafannya tentang hakikat bahawa manusia itu terlalu fakir di hadapan Allah. Manusia sentiasa bergantung dan berhajat kepada Allah. Manusia tidak boleh terlepas daripada kekuasaan dan pertolongan Allah walaupun sekelip mata.
(9)
Begitu juga dengan cinta atau kasih (hubb) manusia kepada Allah dan rasa rendah diri (khudu’) manusia kepada Allah yang akan bertambah teguh apabila semakin mantap ma’rifat dan kefahamannya terhadap sifat-sifat Allah, Asma’  Allah al-Husna (sifat-sifat Allah yang terpuji), kesempurnaan Allah dan kehebatan nikmat kurniaan Allah.
Semakin terisi telaga hati manusia dengan pengertian ‘ubudiyyah terhadap Allah semakin bebaslah dia daripada belenggu ‘ubudiyyah kepada selain daripada Allah. Seterusnya dia akan menjadi seorang hamba yang benar-benar tulus dan ikhlas mengabdikan diri kepada Allah. Itulah setinggi-tinggi darjat yang dapat dicapai oleh seseorang insan.
Allah telah menggambarkan di dalam al-Qur’an keadaan para rasul-Nya yang mulia dengan sifat-sifat ‘ubudiyyah di peringkat yang tinggi. Allah telah melukiskan rasa ‘ubudiyyah Rasulullah SAW pada malam sewaktu wahyu diturunkan, ketika baginda berda’wah dan semasa baginda mengalami peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
 
Konstribusi Materi Tauhid al-Rububiyyah menghubungkan Tauhid Al-Uluhiyyah Dalam Upaya Mencapai Tauhidullah
Seperti yang telah dinyatakan di atas, Tauhid al-Rububiyyah ialah mengakui keesaan Allah sebagai Rabb, Tuan, Penguasa, Pencipta dan Pengurnia secara mutlak. Tidak ada sekutu bagi-Nya di dalam  Rububiyyah.sesungguhnya kesanggupan dan kesediaan manusia mentauhidkan Allah dari segi Rububiyyah dengan segala pengertiannya akan menghubung atau menyebabkan manusia mengakui Tauhid al-Uluhiyyah iaitu mengesakan Allah dalam pengabdian. Secara spontan pula manusia akan mengakui bahawa Allah sahaja layak disembah, selain daripada-Nya tidak layak disembah walau dalam apa bentuk sekalipun.
Dengan tauhid yang kuat, maka akan terbentukkan berbagai dorongan yang ada dalam jiwa manusia. Dia akan takut hanya kepada Allah SWT dan berani mempertahankan keyakinannya seperti yang dipersaksikan dalam sirah Rasulullah dan para sahabat:
(10)
1.Rasulullah SAW pernah memerintahkan Ali RA agar tidur di atas katilnya sebelum baginda keluar berhijrah ke Madinah, sedangkan musuh Islam begitu giat mengintip. Namun Sayyidina Ali sanggup berbuat mengikut perintah Rasulullah SAW kerana beliau yakin atas Kehendak dan Kekuasaan Allah.
2.Khalid Ibn al-Walid RA pernah mengalami banyak cacar dan luka pada badannya kerana berperang di jalan Allah. Namun dia tetap yakin dengan Kekuasaan Allah. Dia tetap meneruskan pertempuran melawan musuh.
3. Bilal bin Rabah RA sanggup diheret di padang pasir, dijemur di bawah kepanasan matahari dan disiksa dengan batu besar diletakkan di atas tubuhnya. Dia tetap mempertahankan keimanannya.
Kini, ramai manusia yang kehilangan keyakinan ini. Mereka masih yakin kepada yang lain daripada Allah. Mereka takut kepada kegagalan, ketua, kematian dan sebagainya.Oleh itu menjadi kewajipan bagi pendakwah-pendakwah Islam untuk mengembalikan manusia kepada keyakinan yang betul.



PENUTUP
A.Kesimpulan
Pada dasarnya pengutusan para rasul bertujuan untuk mengesakan Allah dalam Tauhid al-Rububiyyah dan Tauhid al-Uluhiyyah. Dialah Tuhan Rabb al-’Alamin dan Tuhan para Rasul tersebut. Tiada tuhan yang sebenar melainkan Allah.Tauhid al-Rububiyyah dan Tauhid al-Uluhiyyah menjelaskan kekuasaan Allah yang Maha Suci dalam pentadbiran urusan makhluk-Nya. Allah Pengurnia kemaslahatan dan kebaikan. Allah Penentu al-amr (perintah). Allah-lah Pengutus ar-Rasul untuk makhluk-Nya.
B.Saran
Dengan tauhid yang kuat, maka akan terbentukkan berbagai dorongan yang ada dalam jiwa manusia. Dia akan takut hanya kepada Allah SWT dan berani mempertahankan keyakinannya,dengan mengetahui arti dari Tauhid ar-rububiyyah danTauhid al-uluhiyyah manusia tidak berbuat syirik kepada Allah SWT.

C.Kata Penutup
Syukur Alhamdulillah berkat rahmat,taufiq dan hidayah serta inayah dari Allah SWT penulisan makalah yang berjudul tentang “Tauhid:Rububiyyah dan Uluhiyyah”dapat terselesaikan dengan baik.
       Demi kesempurnaan makalah ini,saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca dan pemerhati pendidikan gerakan pramuka senantiasa kami harapkan.
       Akhir kata,dengan mengharap ridlo dari Allah SWT sehingga makalah ini memberi manfaat bagi penulis,para pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu pendidikan. Amiin…

(12)
DAFTAR PUSTAKA

Ø  Nasution,Harun,Teologi Islam;Aliran-Aliran Sejarah,Analisa Perbandingan, Jakarta: Universitas  Indonesia,1978(Hal Ix).
Ø  Al-Allamah Asy-Syaikh Ja’far Subhani,Tauhid Dan Syirik;Studi Krisis Faham Wahabi,Bandung:Mizan,1985(Hal 56).
Ø  Muhammad Abduh,Risalah Tauhid,Jakarta:Bulan Bintang,1996
Ø  Zainuddin,Ilmu Tauhid Lengkap,Jakarta:PT Rineka Cipta,1996.
Ø  Jabir, Abu Bakar, Al-Jazairi,Aqidatul Mukminin,Jakarta:Pustaka Mantiq,1994(Hal 87).
Ø  Al-furaiyan,Walid, bin ‘Abdirrahman, Ibnu Katsir dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Atha’, Ikrimah, asy-Sya’bi, Qatadah dan lainnya. Fat-hul Majiid Syarh Kitabit Tauhiid (hal. 39-40).
Ø  www.wikipedia.com di http://tauhid rububiyyat dan illahiyyat,di akses pada hari Sabtu,20 maret 2011.











[1] Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi,Aqidatul Mukminin,Jakarta:Pustaka Mantiq,1994,Hal 87
[2] Harun Nasution,Teologi Islam;Aliran-Aliran Sejarah,Analisa Perbandingan,Jakarta:Universitas Indonesia,1978,Hal Ix
[3] Chafiz Bin Achmad Ckukmiy,Ma’arij Al Qobul Bi Syarchi Silmi Al-Wushul ‘Ila ‘Ilmi Al Ushul,Mekkah:Dar Ibnu Al-Qayyim,1990,Hal 98.

(1)
[4] Lihat QS. Yunus: 18, az-Zumar: 3, 43-44.
(2)
[5] Disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Atha’, Ikrimah, asy-Sya’bi, Qatadah dan lainnya. Lihat Fat-hul Majiid Syarh Kitabit Tauhiid (hal. 39-40) tahqiq Dr. Walid bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Furaiyan.
(3)
[6] Al-Allamah Asy-Syaikh Ja’far Subhani,Tauhid Dan Syirik;Studi Krisis Faham Wahabi,Bandung:Mizan,1985 Hal 56
[7]   Dia dikatakan thaghut apabila menerima penyembahan dengan senang hati
[8] Menurut pendapat yang dinukil dari Imam Malik, bahwa thaghut adalah segala sesuatu selain Allah yang disembah.

(7)

2 komentar:

Pengikut