Jumat, 23 Desember 2011

Bukti-Bukti Masuknya Islam di Jawa


A.      Bukti Pertama Islam di Jawa
Maksudnya islam dijawa sampai sekarang masih menimbulkan hasil telaah yang sangat beragam. Ada yang mengatakan islam masuk kejawa sebagaimana islam datang kesumatra, yang diyakini abad pertama hijriah atau abad ke-7 masehi. Setidaknya pendapat ini disokong oleh Hamka, dengan alasan adanya berita dari berita cina yang mengisahkan kedatangan utusan raja Ta Cheh, menurut hamka, adalah raja arab dan khalifah saat itu adalah Muawiyah bin Abi Sufyan. Peristiwa itu terjadi pada saat muawiya melaksanakan pembangunan kembali aramada islam. Ruben levy menyatakan bahwa jumlah kapal yang dimiliki oleh muawiyah pada 34 H atau 654/655 M adalah sekitar 5000 buah.tentu kapal armada ini berfungsi pula untuk melindungi armada niaganya. Oleh karena itu, tidaklah mustahil pada tahun 674 M muawiyah dapat mengirim dutanya ke Kalingga.[1]
Dalam bentuk artefak kita dapatkan bukti-bukti itu dalam bentuk makam (batu nisan), masjid, ragam hias, dan tat kota.
1.    Makam
Bukti sejarah yang paling faktual barankali adalah ditemukannya batu nisan kubur Fatamah binti Maemun di Leran gersik yang berangka tahun 475 H (1082 M): Moqoutte seperti dikutip sartono kartdojo mengatakan bahwa batu nisan itu mungkin merupakan bukti yang kongkrit bagi kedatangan islamdi Jawa.[2]
Pada nisan makam itu tercantum prasaati behuruf dan berbahas arab, yang menyatakan bahwa makam itu adalah kuburan Fatimah binti maimun bin Habatallah yang meninggal pada tanggal 7 rajab 475 H bertepatan dengan tanggal 1 desember 1082 M, ytang berarti masih pada zaman Kediri (1042-1222).[3] Dikampung gapuro kota gersik juga terdapat makam kuno, yaitu kubur Malik Ibrahim yang meninggal tanggal 12 robiul awal 822 H. Bertepatan tanggal 8 april 1419.[4] Sementara itu, Ricklefs dalam urainnya mengatakan bahwa serangkain batu nisan yang sangat penting ditemukan di kuburan-kuburan di Jawa timur yaitu di Truwullan dan Troloyo, didekat situs majapahit yang besifat hindu-Budha. Batu-batu itu menunjukan makam orang muslim, tetapi lebih banyak menggunakan angka tahun saka India dengan angka-angka jawa kuno pada batu-batu nisan itu menunjukan bahwa hampir dapat dipastikan
Kalau makam-makam itu merupakan tempat penguburan orang-orang msulim jawa, dan bukan merupakan kuburan orang asing. Batu nisan yang pertama ditemukan di Triwulan memuat angka tahun saka 1290 (1368-1369 M) di troloyo ada beberapa batu nisan yang angka tahunnya berkisar antar 1298 saka sampai 1533 saka. Batu-batu itu memuat kutipan-kutipan dari Al-Qur’an dan formula-formula yang salih. Berdasarkan rumitnya hiasan yang terdapat pada beberapa batu nisan dan lokasinya yang dekat dengan situs ibu kota Majapahit, maka dinamis seperti kutipan Ricklefs menarik kesimpulan bahwa batu-batu nisan itu mungkin menandai kuburan-kuburan orang jawa yang terhormat, bahkan ada kemungkinan anggota keluarga raja.
2.    Masjid
Sumber sejarah dalam bentuk arkeologi yang berupa bangunan masjid juga banyak ditemukan di Jawa. Berdirinya sebuah masjid di suatu wilayah akan memberikan petunjuk adanya komunitas muslim  di wilayah tersebut. Masjid menjadi tempat utama tidak saja dalam beribadah kepada Tuhan, tetapi lebih dari itu msjid dikalangan umat islam berfungsi sebagai Islamic Center. Hal yang sama fungsi itu juga tampak pada masjid-masjid yang didirikan oleh Rasulullah. Untuk menyebut masjid-masjid di Jawa yang awal memang membutuhkan penelitian tersendiri (mungkin masjid Demak bisa menjadi contoh). Namun, kalau kita lihat dari corak arsiteknya, masjid-masjid dijawa pada garis besarnya beratap tumpang, berdenah persgi, berukuran relatif besar, terdiri atas ruang utama, pawatren- serambi,mempunyai ruang mihrab, ada tempat mengambil air wudhu, ada kolam didepan serambi, dan mempunyai pagar keliling. Selai itu, didalam bangunan mesjid terdapat beberapa kelengkapan tergantung pada jenis masjidnya. Antara lain: mimbar maqsuro, bedug, kentongan. Tentang menara, masjid kuno dijawa kebanyakan justru tidak memilikinya. Masjid-masjid kuno di jawa tidak banyak mempunyai ornamentasi, kecuali pada mimbarnya.[5]
Lebih jauh, G.F. Pijper menjelaskan bahwa ciri khs masjid si Jawa (masa kemudian munculnya kekuasaan politik islam) ialah dibangun di sebelah barat alun-alun, saebuah lapangan persegi yang di tanami rumput, dan terdapat hampir di semua kota kabupaten dan kecamatan.
3.    Ragam Hias
Dengan diterimanya ajaran islam sebagai penutup agama yang baru di Jawa, lahirlah beberapa ragam hias baru, yaitu kaligrafi, dan stiliran. Epitaph pada beberapa nisan kubur Troloyo menunjukan adanya kesalahan-kesalahan penulisan tanda vokal, bentuk huruf arab yang tidak mengalir dengan luwes. Prasati huruf arab pada makam fatimah binti maemun yang jauh lebih tua justru menampakan segi keindahannya. Dan dapat digolongkan ke dalam huruf arab gaya kufi. Namun prasasti dengan angka-angka jawa Kuno pada nisan-nisan troloyo tampak luwes, tidak kaku.
Selain munculnya ornamentasi dengan menggunakan huruf-huruf arab, munculnya pula ragam hias baru, yaitu stiliran penggayaan terhadap ragam hias binatang. Dalam ragam hias baru ini binatang sebagai motif utama digayakan dengan menggunakan ragam hias tumbuhan sedenmikian rupa sehingga seringkali untuk mengidentifikasinya harus dilakukan pengamatan secara cermat. Contoh-contoh yang bagus ditampilkan antara lain pada sebagian panil relif di mantingan gapura B di Sendangduwur.
4.    Tata Kota
Dalam masa islam, di Jawa muncul kota-kota baru di Wilayah pantai an pedalaman seperti Demak, irebon, Banten, Pajang, Dan Kota Gedhe. Kota-kotaitu ada yang masih hidup terus, dan ada pula yang sudah mati hampir tidak berekas lagi. Akan tetapi, dari data arkeologi yang terkumpul dapat diketahui komponen utama kota-kota tersebut, yaitu keraton, alun-alun, masjid agung, pasar, pemukiman penduduk, pemakaman, serta sarana pertahanan keamanan.
Sebenarnya dari data arkeologi itu masihdapat disebutkan suatu candi. Di daerah porong jawa timur terdapat sebuah candi peri yang menurut soekmono memiliki keganjilan karena bercorak cempa. Namun candi ini merupakan peninggalan jaman Majapahit yang hindu, sehingga tidak kami masukan. Tapi kerena adanya keterkaitan dengan putri darawati dari cempa yang benyak disinggung historiografinya tradisional, maka akan di jelaskan di lain waktu.
B.       Alur penyebaran islam di jawa
Sulit untuk mengetahui tokoh yang pertama kali memperkenalkan islam di jawa dari fakta sumber tradisional, meskipun kenyataannya banyak ditemukan dalam bentuk nisan bertulis yang menunjukan adanya pengaruh agama islam. Akan tetapi hal itu dapat ditelusuri melalui alur hubungan negeri cemppa yang menurut hemat kami ada beberapa naskah mengatakan bahwa  cempa telah terlebih dahulu memeluk agama islam, maka ketika itu terjadi hubungan perkawinan cempa majapahit, orang-orang pendatang dari cempa telah nasuk islam. Hal ini juga didukung dengan pemakaman putri cempa yang mengikuti ajaran islam. Di samping beberapa temuan ricklefs terhadap beberapa makam situs istana majapahit, yang akhirnya rifklefs sampai pada kesimpulan bahwa makam-makam tersebut adalah makam-makam orang muslim. Dari tahun-tahun yang tertulis menunjukan bahwa tahun-tahun dalah masa majapahit sedang dalam puncak kejayan. Puncak kejayaan majapahit pada saat dipegang oleh hayam Wuruk dengan patih gajah mada yang sangat terkenal. Juga dotemukannya bukti candi peri yang bercorak cempa, yang dibangun pada masa Hayam Wuruk bertahta.
Generasi muslim berikutnya yang kemudian berperan besar sebagai tokoh penyebar islam yang sangat berjasa adalah rombongan Raden Rahmat dari Cempa. Mereka ini lah yang kemudian banyak disebut tokoh generai awal yang menjadi penyebar islam di Jawa.
Dari segi alur wilayah pengislaman di Jawa, maka dapat diketahui bahwa wilayah jawa timur terlebih dahilu menerima islam. Wilayah itu antara lain Triwulan, Gresik, Tuban, Ampel dan lingkungan Istana Majapahit. Adapun wilayah jawa tengah yang terlebih dahulu menerima islam, menurut hemat kami, adalah jepara, Kudus dan daerah alas roban, batang. Jepara dn kudus melalui tokoh Raden Rahmat, sedangkan alas roban atau batang melalui perjalanan raden patah.
Media yang digunakan dalam penyebaran ajaran islam masa awal adalah memanfaatkan jalur perdagangan dan perkawinan. Disamping juga melalui pesantren sebagaimana terjadi pada darwati rahmat dengan Wilatika yang menurut hikayat hasanudin putri itu bernama Nyai Gede Nila.[6]




[1] AM. Suryonegoro, Menemukan sejarah (Bandung: Mizan). 995, hal. 88
[2] Sartono kartodirji dkk, sejarah nasional indonesia, jilid III, (DEPDIKBUD), 1975, hlm. 89
[3] Dr. R. Soekmono, Pengantarsejarah Kebudayaan Indonesia 2, Pn. Kanisius, Yogyakarta, 1994, hlm 57
[4] Inajati AM Romli,  Islam dan Kebudayaan jawa, sutu kajian arkeologi, makalah dari yayasan Javanologi Yogyakarta, hlm 3
[5] Inajati Romli, Ibid. Hlm. 6
[6] Wasit dkk. Penyebar agama islam di Jawa. IAIN Walisongo. Semarang. 1998

1 komentar:

Pengikut