Selasa, 14 Mei 2013

AGAR DOA TERKABUL



......dan Rabb-mu berfirman, “berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu” (QS. Al-Mu’min: 60)
Jika kita perhatikan secara seksama, doa adalah perbuatan naluriah manusia. Semua manusia punya kecenderungan dan naluri untuk meminta kepada “sesuatu” yang dianggap bisa memberi. Pada saat manusia hanya mengenal benda-benda, ia karena tipu daya iblis berdoa kepada benda0benda yang dikaguminya itu.
Umat manusia di zaman Ibrahim a.s. sebagai contoh, rupa-rupanya baru mengenal benda-benda. Mereka membuat patung, lalu dipasang di tempat yang terhormat, kemudian di minta berbagai macam kebutuhan. Ada naluri untuk meminta, karena merasakan kekurangan, hanya saja, karena piciknya pemikiran, mereka tak segera menghantarkan kepada alam di luar benda. Hati dan akal manusia ketika itu Hanna berpikiran serba materi. Mereka meyakini sesuatu yang nampak oleh indera saja.
Bahkan Ibrahim sendiri yang sesak hatinya melihat ulah manusia pada waktu itu sempat berpikir tentang alam benda-benda. Fenomena-fenomena alam begitu memukau hatinya: ada bintang, bulan, dan matahari. Namun adakah Dzat yang di balik benda-benda itu?
Ketika malam telah menjadi gel, dia melihat sebuah bintang, lalu dia berkata, inilah rabbku’, tetapi ketika bintang itu tenggelam dia berkata, ‘aku tidak menyukai yang tenggelam”.
Kemudian tatkala melihat bulan terbit, ia berkata, “inikah rabbku?” tetapi setelah bulan tenggelam ia berkata, sesungguhnya jika rabbku tidak memberi petunjuk kepadaku niscaya aku termasuk orang yang sesat.”
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, ia berkata inilah rabbku, ini yang lebih besar,  maka tatkala matahari itu terbenam, ia berkata, “hai kaumku, sesungguhnya aku terlepas dari apa yang kamu persekutukan.” (QS. al-an’am:76-78)
Kesimpulan cerdas yang diungkapkan tersebut berawal dari alam benda-benda. Ia mampu menarik kesimpulan akan keberadaan Dzat di luar benda-benda itu-justru hal itu yang tidak tertangkap dengan segera oleh kaumnya. Mereka tetap meminta-minta dan berdoa kepada benda-benda tersebut.
Umat manusia di zaman Rasulullah SAW demikian pula adanya. Patung-patung tidak Hannya mereka buat dari batu atau kayu, bahkan dari bahan-bahan makanan. Jika mereka telah bosan dengan satu “tuhan” –patung makanan itu –maka dimakannya sang “tuhan”, kemudian dibuatlah tuhan yang baru. Sungguh mereka bersikap tunduk di hadapan patung buatannya. Dengan segala harapan dimintanyalah segala sesuatu kepada benda-benda nista itu.
Di zaman teknologi saat ini, pada saat manusia lebih pintar membuat “tuhan-tuhan”, dibanding pada zaman Ibrahim, kecenderungan berdoa tetap terlihat. Ada yang meminta kepada paranormal atau dukun-dukun agar diberi harkat yang melimpah, cepat naik pangkat, disenangi atasan, banyak proyek dan lain sebagainya. Ada juga yang meminta kepada Allah SWT, di saat kebisingan teknologi tak mampu menjawab gugatan-gugatan ruhaniyah.
Dunia serba materi di zaman Ibrahim memang masih sederhana. Mereka benar-benar hanya melihat kepada benda-benda tradisional: batu atau kayu. Alam serba materi boleh jadi telah menjadi induk bagi ideologi-ideologi yang sempat berkembang dan menyebar di berbagai belahan dunia saat ini. Lihatlah mereka khusyu’ dengan kecanggihan teori dan peralatan yang dibuatnya sendiri.
Namun saat berbagai macam teori dan teknologi tak mampu memuaskan gejolak ruhani mereka, kepada siapa lagi kah mereka akan berdoa?? Apakah kepada Marx, Lenin, Stalin atau kepada Hegel? Rasa-rasanya naluri mereka pun akan mengajak berdoa kepada Sang Pencipta benda-benda.
Kepada siapa berdoa
Kesimpulan Ibrahim tentang alam benda-benda yang Serba “tenggelam dan terbenam” membuatnya berpaling kepada rabbnya benda-benda. Ibrahim segera menyeru diri dan kaumnya:
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada yang benar, dan aku bukan termasuk orang-orang yang musyrik” (QS. Al-An’am: 79)
Sebagai mana yang di ungkapkan ulu albab, tatkala hati dan akal mereka berinteraksi dengan alam-alam benda-benda cipta-Nya:
“....rabbana tidaklah engkau menciptakan ini dengan dia-sia , maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.” (QS. ali iman: 191)
Segera mereka menangkap Wujudullah. Ada Dzat yang pantas di minta segala sesuatu, ialah Allah ta’ala.
            Bagaimana Berdoa?
            Bagi kita yang telah percaya yakin akan Allah SWT, permasalahannya adalah bagaimana agar doa di kabulkan-Nya. Memang, hak mengabulkan ada di tangan Allah mutlak! Namun ada usaha-usaha manusiawi yang perlu dilakukan agar doa dikabulkan.
Ada kisah menarik yang perlu direnungkan, sehubungan dengan fenomena pengabulan doa ini. Pernah satu ketika Ibrahim bin Adam berjalan-jalan di Bashrah lalu datanglah beberapa orang mengerumuninya, salah seorang di antara mereka menanyakan tentang makna ayat Allah, “...berdoalah kepada-Ku, pasti akan Ku kabulkan....” (QS. la-mu’min: 60). Kami senantiasa berdoa,” kata orang itu, “tetapi kami tidak pernah dikabulkan!”
            Pertanyaan itu muncul lantaran doa yang tak kunjung di kabulkan. Bukankah Allah telah berjanji untuk mengabulkan doa? Wahai penduduk basah, demikian jawab  Ibrahim bin Adham, “telah mati hati kalian, disebabkan sepuluh perkara,: pertama; Ikalian mengenal Allah, tetapi belum kalian tunaikan hak-hak-Nya. Kedua; Kelian telah membaca kitab Allah, tetapi tidak beramal dengannya. Ketiga; kalian mendakwakan diri memusuhi iblis, ternyata kalian berwali kepadanya, kalian ikuti ajakan-ajakannya. Keempat; kalian mendakwakan diri mencintai Rasulullah SAW, namun kalian tinggalkan sunah-sunahnya.
Kelima, kalian mengaku mencintai surga, namun tak beramal untuk mendapatkannya. Keenam, kalian mengaku takut api neraka, tetapi tak pernah berhenti mengerjakan dosa. Ketujuh, kalian yakin bahwa kematian itu pasti datang, namun tak pernah bersiap-siap menghadapinya. Kedelapan, kalian sibuk mengurusi aib dan celaan orang lain, namun membiarkan aib kalian sendiri. Kesembilan, kalian telah memakan rezeki Allah, namun belum bersyukur kepada-Nya, dengan memuji dan taat kepada-Nya. Kesepuluh, kalian telah menguburkan mayat orang mati, namun tak pernah mengambil pelajaran darinya.
Itulah jawaban rahim bin Adam, terhadap fenomena tak segera terkabulnya doa. Ada sepuluh sebab matinya hati yang membuat doa tidak terkabul.
Agar doa kita dikabulkan Allah Ta’ala, lihatlah ke dalam diri sendiri, adakah sepuluh hal tadi kita lakukan? Mudah-mudahan, kita terhindar dari sepuluh penyebab tidak terkaulkan doa yang selama ini kita panjatkan kehadiran Allah SWT.lk

Pengikut