Kamis, 17 November 2011

Masalah-Masalah Pendidikan

, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, yang merupakan menjadi masalah dalam pendidikan itu sendiri:

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).

Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).

4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.


6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

SOLUSI UNTUK MENGHADAPI MASALAH2 TERSEBUT>

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya. wallahua'alam

Rabu, 16 November 2011

Relevansi tujuan pendidikan islam dengan tujuan pendidikan nasional

A. Pendidikan Nasional
Dalam undang-undang RI no 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat 2, pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Oleh karena itu, maka pendidikan nasional pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari system pendidikan yang telah ada sebelumnya yang merupakan warisan budaya bangsa secara turun temurun.
Adapun fungsi pendidikan Nasional, sebagaimana ditegaskan pada pasal 3, yaitu: untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Tujuan nasional Negara kita termaktub dalam alenia IV pembukaan UUD 1945 yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Nasional
Sebagaimana kita ketahui, bangsa indonesia mempunyai filsafat hidup Pancasila, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia pun disusun ats dasar pancasila. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika pendidikan di Indonesia juga berdasarkan Pancasila, seperti termaktub dalam UU No. 4 tahun 19950, BAB III pasal 4 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran, yang berbunyi : “pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam pancasila undang-undang dasar (UUD) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan atas dasar kebudayaan bangsa Indonesia.
Hingga kini dasar dan tujuan pendidikan nasional secara yuridis masih sama, belum berubah. Hal itu ditetapkan kembali dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, bahwa pendidikan nasional berdasarkan pncasila dan Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Berbeda dengan dasar pendidikan di Indonesia yang tidak berubah, yakni Pancasila dan UUD 1945, tujuan pendidikan di Negeri ini secara yuridis selalu berubah-ubah:
Berikut ini dikemukakan tujuan-tujuan Pendidikan di Indonesia.
1. Rumusan berdasarkan SK Menteri Pendidikian dan kebudayaan No. 104/Bhg.O tanggal 1 maret 1946. Tujuan pendidikan adalah untuk menanamkan jiwa patriotisme. Hal ini sesuai dengan keadaan Indonesia pada waktu itu yang baru saja merdeka, di mana colonial belanda masih berusaha dan berkeinginan untuk kembali berkuasa di Indonesia.
2. Menurut UU No 4 tahun 1950 (UU pendidikan dan pengajaran) bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran itu adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
3. Menurut ketetapan MPRS nomor II tahun 1996 bahwa tujuan pendidikan ialah mendidik anak kea rah terbentuknya manusia yang berjiwa pancasila dan bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat social Indonesia yang adil dan makmur material dan spiritual.
4. Rumusan tujuan pendidikan menurut Sistem Pendidikan Nasionl pancasila dengan penetapan presiden No. 19 tahun 1965, yang berbunyi sebagai berikut.
“Tujuan pendidikan nasional kita, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan warga Negara- warga Negara sosialis Indonesia yang mulia, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur bak spiritual maupun material dan berjiwa pancasila”.
Tujuan pendidikan diatas tidak dapat bertahan lama sebab dengan meletusnya G 30 S/PKI maka tujuan penidikan ini pun di tinggalkan. Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS Nomor XXVII tahun 1996, maka Keputusan presiden Nomor 19 Tahun 1965 tentang pokok pokok system pendidikan nasional tidak berlaku lagi.
5. Rumusan tujuan pendidikan nasional menurut Ketetapan MPR No. XXVII Tahun 1966 bahwa tujuan pendidika adalah membentuk manusia pancasialis sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan uan dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. Dalam ketetapan MPRS Nomor XXVII tesebut, tujuan pendidikan nasional Indonesia tercantum dalam bab II pasal 3, pembentukan manusia pancasialis sejati merupakan sesuatu yang sangat diperlukan untuk mengubah mental masyarakat indoktrunasi manipol USDEK, pemurnian semangat pancasila dianggap sebagai jaminan untuk tegaknya orde baru.
Demikianlah beberapa rumusan tujuan pendidikan yang pernah dilaksanakan di Indonesia, sebenarnya masih banyak beberapa rumusan yang lainnya, namun penulis tidak cantumkan dalam makalah ini. Tampak jelas kesejlanan rumusan tujuan pendidikan yang tersebut pada pasal 4 undang-undang NOmor 2 tahun 1989 dengan rumusan tujuan pendidikan yang tercantum dalam ketetapan-ketetapan MPR.
Seiring dengan perkembangan yang terus terjadi, dan adanya upaya memperbaiki system pendidikan Nasional yang terus menerus dilakukan, maka lahirlah UU No. 20 Tahun 2003, sebagai penyempurna UU. No 2 tahun 1989.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tujuan pendidikan nasionl ialah terdapat pada pasal 3 yang berbunyi bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
C. Prinsip Penyelenggraan Pendidikan
Dalam proses pembelajaran (PBM) pada suatu instansi pendidikan, pendidik (guru) dan para pelaku pendidikan perlu mengetahui betul perihal prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebab hal itu merupakan titik tolak yang dijadikan pijakan penting dalam dunia pendidikan nasional kita.
Prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional tersebut secara jelas diuraikan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 4 bahwa.
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan secara tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multi makna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembelajaran dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan menghitung, bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan
D. Konsep Pendidikan Nasional sebagai Upaya meningkatlan kualitas SDM
Makna-Makna Program Pendidikan Umum Berkaitan Dengan Pola-Pola (Patern) Pada Materi Pokok Instruksionalnya, Pola-Pola tersebut dapat dikonsepkan Sebagai Berikut :
1. Pola Simbolik
Dengan Pola Ini Siswa Dimbimbing Untuk Nantinya Dapat Memiliki Kemampuan Dalam Berbahasa, Membaca Angka-Angka, Mengenal Tanda-Tanda Hitung Dan Dapat Menggunakan Simbol-Simbol Untuk Mengekspresikan Makna-Makna Yang Terstruktur. Pola Ini Dapat Dicapai Dengan Menganjarkan Pelajaran Bahasa Dan Matematika.
2. Pola Empiric
Dengan Pola Ini Siswa Dibimbing Untuk Nantinya Dapat Memiliki Kemampuan Dalam Mendiskripsikan Fakta-Fakta Empiris, Membuat Generalisasi Atau Formulasi Teoritis Tentang Gejala – Gejala Alam, Sosial Dan Jiwa Manusia. Pola Ini Dapat Dipenuhi Dengan Mengajarkan Fisika, Ilmu Hayat Atau Biologi, Psikologi Dan Juga Ilmu-Ilmu Sosial.
3. Pola Estetik
Dengan Pola Estetik Ini Siswa Dibimbing Untuk Nantinya Memiliki Kemampuan Berapresiasi Dan Berkreasi. Dengan Demikian Siswa Mampu Mengapresiasi Berbagai Objek Visual Yang Mengandung Nilai-Nilai Estetik Dalam Lingkungan Kehidupannya, Serta Mampu Berkreasi Dengan Memenuhi Syarat-Syarat Estetika Yang Telah Didalaminya. Untuk Dapat Mencapai Tujuan Dengan Diterapkannya Pola Ini Kepada Siswa Diajarkan Tentang Pengajaran Seni (Musik, Drama, Lukis, Dan Visual), Kesusastraan Dan Juga Filsafat.
4. Pola Synoetik
Dengan Melalui Pola Ini Siswa Dibimbing Untuk Nantinya Dapat Memiliki Kemampuan Memandang Dan Menyadari Keberadaan Nilai-Nilai Secara Langsung Dalam Arti Dapat Merasakan Dan Menyadarinya Bahwa Keberadaan Dirinya Diberi Arti Oleh Keberadaan Orang Lain Dilingkungannya, Sehingga Anak Mampu Menghayati Tentang Keberadaan Hidup Bersama Dalam Masyarakat. Pola Ini Dapat Dipenuhi Dengan Mengajarkan Filsafat, Kesenian, Pendidikan Agama, Dan Ilmu Sosial.
5. Pola Etika
Dengan Pola Etika Siswa Dibimbing Untuk Nantinya Memiliki Kemampuan Tentang Moralitas, Sehingga Dalam Hidupnya Senatiasa Bertindak Dengan Memperhatikan Pertimbangan Nilai, Norma, Etika, Sopan-Santun Dan Hukum Positif Yang Ada Dan Dijunjung Tinggi Oleh Masyarakat. Hal Itu Akan Menjadikan Pola Fikir, Sikap Dan Tindakannya Bersifat Etis. Pola Etik Dapat Dipenuhi Dengan Memberikan Etika, Moral, Filsafat Dan Agama.
6. Pola Synoptik
Pola Ini Menetapkan Atau Menentukan Terbentuknya Kemampuan Dalam Mengambil Keputusan Dengan Mempertimbangkan Nilai-Nilai Baik Dan Buruk Pada Persoalan Yang Dihadapinya. Dalam Pola Ini Termasuk Kemampuan Meyakini Dan Mengimani Sesuatu Pandangan Hidup. Pola Ini Dapat Dicapai Dengan Memberikan Pangajaran Agama, Moral, Sejarah Kebudayaan Dan Juga Filsafat.
Dari beberapa pemaparan diatas, Jika setiap komponen-komponen dari sebuah sitem Pendidikan Nasional tersebut dapat terlaksana secara maksimal, dan merata ke semua kalangan masyarakat maka peran pendidikan disini dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia secara keseluruhan.

Menjawab Kebutuhan Pendidikan Nasional : memperluas akses pendidikan melalui pendidikan jarak jauh

Ada logika yang berlaku, bahwa suatu bangsa negara menjadi kuat dan maju apabila didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten. Sampai saat ini Indonesia terus menghadapi tantangan yang tidak akan kunjung terselesaikan, yaitu pengembangan kualiitas sumberdaya manusia. Sesungguhnya sejak awal berdirinya negara ini arti penting pendidikan bagi mencerdaskan kehidupan bangsa sudah sangat disadari oleh para pendiri bangsa, dan mereka menuangkanya kedalam pasal 31 dalam undang-undang 1945, yang dengan tegas mengamanatkan bahwa:”setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Terwujudnya amanat ini sehrusnya manjadi prioritas perhatian pemerintah dan masyarakat.
Perkembangan dan perubahan masyarakat Indonesia yang cepat, ditambah lagi dengan pesatnya perubahan global, memunculkan berbagai tantangan yang mengakibatkan kebutuhan pendidikan menjadi lebih intensi baik dalam jenjang dan ragamnya. Lapangan kerja dewasa ini yang membutuhkan sumber daya manusia dengan kemampuan khusus yang semakin berfariasi, demikian pula dengan pendidikan warga masyarakat di wilayah pelosok dan mereka yang tidak dapat meninggalkan pekerjaanya, yang tidak dapat diabaikan, memberi tantangan sendiri kepada sistem pendidikan yang berlaku. Dengan belajar tatap muka, sistem pendidikan konvensional tidak mampu untuk dengan cepat menyediakan akses pendidikan, khusunya pendidikan tinggi, kepada berbagai kelompok masyarakat yang membutuhkan pendidikan tetapi terikat oleh keterbatasan tertentu, baik yang bersifat geografis maupun ketiadaan kesempatan. Ini yang seringkali menjadi penghambat untuk melanjutkan pendidikan.
Sistem pendidikan jarak jauh dinilai memberi kemungkinan untuk dapat menyediakan akses pendidikan yang luas menjangkau seluruh indonesia, dengan investasi yang relatif lebuih murah dibandingkan dengan membuka beberapa perguruan tinggi baru dan lebih cost efectif dilihaat dari skala ekonomi pembiyaanya.
Pada umumnya tujuan pendidikan jarak jauh ini adalah untuk memberikan kesempatan penddidikan kepada masayarakat indonesia yang karena berbagai hambatan tidak dapat mengikuti pendidikan secara konvensional. Diindnesia pendidikan jarak jauh ini mempunyai sejarah yang cukup panjang. Bahkan sejak zaman kolonial berbagai kursus tertulis telah dikenal. Setelah kemerdekaan berbagai bentuk layanan belajar jarak jauh diselenggarakan dengan sasaran beragam, seperti kursus guru tulis program akta V jarak jauh program belajar jarak jauh untuk meningkatkan kualifikasi guru, sekolah dasar pamong dan SMP terbuka.
Di banyak negara lain, keberadaan institusi pendidikan jarak jauh selalu menghadapi persaingan dari berbagai perguruan tinggi tatap muka yang akhir-akhir ini berusaha untuk memperluas jangkaunnya karena pertimbangan ekonomi atau yang lainnya dengan mengarahkan usahanya kepada mahasiswa pada paruh waktu, melalui kuliah malam hari, kuliah akhir minggu, dan berbagai bentuk kelas jauh. Kompetisi ini menjadi lebih pekat dengan semakin berkurangnya dana pendidikan yang disediakan oleh pemerintah bagi instuisi perguruan tinggi. Sehingga hannya ada 3 pilihan bagi intuisi perguruan tinggi, menaikan uang kuliah, mengurangi pengeluaran, atau memeperluas atau menambah jumlah mahasiswa. Beberapa perguruan tinggi melakukan tiga-tiganya, ada diantaranya memilih untuk memperluas jangkauan dan jumlah manusia dengan kelas jauh. Belum lagi dengan suburnya perguruan tinggi daerah sebagai dampak otonomi daerah, yang biyasanya disertai pula dengan ketidakjelasan kualitas pelayanan karena ketidak siapan SDM pengelolanya.
Esensi pembangunan indonesia tidak terbatas hanya pada peningkatan ekonomi dan standar hidup tapi lebih kepada meberdayakan dan membudayakan manusia indonesia untuk dapat merealisasikan potensi pribadi secara optimal malalui pendidikan. Universitas terbuka eksis karena panggilan untuk usaha empowerment ini, supaya dengan jangkauan nya yang luas universitas terbuka mampu melaksanakan misi pemerataan pendidikan berkualitas bagi siapapun, di manapun, dan kapan saja dibutuhkan. Dengan demikian education for all tidak saja terdengar gaungnya di Indonesia tetapi juga dapat diwujudkan secara utuh pada waktunya. Semoga.

Senin, 07 November 2011

relevansi tujuan pendidikan islam denga tujuan pendidikan nasional

BAB I
PENDAHULUAN


1. Latar belakang
Salah satu aliran dalam ilmu pendidikan yaitu aliran Empirisme mengatakan, bahwa perkembangan manusia itu dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada sekelilingnya atau lingkungannya. Perkembangan manusia dari masa anak-anak hingga menuju dewasa sangat tergantung kepada lingkungan, keadaan serta pendidikan yang diterimanya. Aliran ini beranggapan bahwa, manusia itu lahir seperti halnya kertas yang masih kosong yang belum di coret-coret oleh penulisnya. disinilah Penulis yang menentukan apa yang akan dituliskan pada kertas tersebut, apakah itu sebuah puisi, atau bahkan mencoret-coretnya. Begitu pula manusia, bayi yang baru lahir di umpamakan seperti kertas yang kosong, dan lingkungan, pendidikan dan hal-hal lain yang dapat mempengaruhinya sebagai penulisnya.
Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mempersiapkan manusia yang mampu menghadapi zaman/masa yang akan dihadapinya. Pendidikan lahir dari pergaulan antar orang dewasa dan orang yang belum dewasa dalam satu kesatuan hidup. Melalui pendidikan ini, manusia dituntut mampu menjadi manusia seutuhnya, yang sadar akan potensi-potensi yang dimilikinya.
Pemerintah berkewajiban atas pendidikan warga negaranya, sebagaimana tercantum pada UUD RI yang berbunyai “mencerdskan kehidupan bangsa…”. Ini merupakan kewajiban pemerintah dalam mewujudkan warga Negara yang memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas. Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia, berhak memperoleh pendidikan, sebagai bekal untuk hidupnya. Warga Negara Indonesia yang menganut beberapa agama, dimana mayoritas utamanya ialah agama islam, memiliki kewajiban juga untuk dapat menanamkan kepada warga negaranya.
Selain pendidikan nasional yang harus di tanamkan kepada warga negaranya, pemerintah Indonesia juga memiliki kewajiban untuk menanamkan pendidikan islam, mengingat mayoritas utama penduduk Indonesia menganut agama islam.
Berangkat dari sinilah, makalah ini akan membahas tentang relevansi tujuan pendidikan islam dengan tujuan pendidikan nasional.

2. Rumusan masalah
a. Apakah pendidikan nasional itu?
b. Apakah pendidikan islam itu?
c. Adakah relevansi antara tujuan pendidikan nasional dengan tujuan pendidikan islam?


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pendidikan Nasional

Dalam undang-undang RI no 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat 2, pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Oleh karena itu, maka pendidikan nasional pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari system pendidikan yang telah ada sebelumnya yang merupakan warisan budaya bangsa secara turun temurun.
Dengan demikian, pendidikan nasional merupakan pengembangan secara terpadu system pendidikan yang bersifat dualistis yang ada sebelumnya menjadi satu system pendidikan Nasional. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan pula dalam pasal 1 ayat 3: “system pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semuasatuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dan lainya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.” Satuan pendidikan yang dimaksud adalah penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau diluar sekolah.
Jadi dalam hal ini semua satuan pendidikan yang ada, bisa masuk dalam satu system pendidikan nasional, sepanjang memenuhi persyaratan, terutama yang menyangkut dasar, fungsi dan tujuannya.
Sementara itu dalam pasal 2 UU Nomor 2 tahun 1989 tersebut disebutkan pula bahwa : “pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945”. Dengan begitu setiap satuan pendidikan yang diselenggarakan berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dapat dikategorikan sebagai dan masuk dalam kesatuan system pendidikan nasional.
Adapun fungsi pendidikan Nasional, sebagaimana ditegaskan pada pasal 3, yaitu: untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Tujuan nasional Negara kita termaktub dalam alenia IV pembukaan UUD 1945 yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Sementara itu tujuan akhir pembangunan bangsa dan Negara Indonesia adalah mencapai masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang diridhoi Allah.
Di dalam fungsinya untuk mengembangkan dan menjamin kelangsungan hidup bangsa, pendidikan nasional berusaha untuk mengembangkan kemampuan mutu dan martabat kehidupan manusia Indonesia, memerangi segala kekurangan, keterbelakangan dan kebodohan, memantapkan ketahanan nasional, serta meninggalkan rasa persatuan dan kesatuan berdasarkan kebudayaan bangsa dan kebhinekatunggalikaan.
Bahkan lebih jauh lagi dalam Tap MPR No. II/MPR/1993 tentang GBHN disebutkan sebagai berikut: “pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangasa Indonesia dan berdasarkan pancasila dan UUD 1945, diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa., mewujudkan manusia serta maswyarakat yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri, sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya, serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional, serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

B. Tujuan Pendidikan Nasional
Berdasarkan paparan diatas, jelas sekali terlihat bahwa penting sekali untuk memperhatikan dasar dan tujuan dari pendidikan, sebab darisinilah mau kemana si anak didik akan dibawa dan diarahkan. Bahkan, biasanya dasar dan tujuan inilah juga yang merupakan karakteristik pendidikan suatu bangsa, yang membedakannya dengan bangsa yang lain.
Berikut ini dikemukakan tujuan-tujuan pendidikan di Indonesia.
1. Rumusan berdasarkan SK Menteri Pendidikian dan kebudayaan No. 104/Bhg.O tanggal 1 maret 1946. Tujuan pendidikan adalah untuk menanamkan jiwa patriotisme. Hal ini sesuai dengan keadaan Indonesia pada waktu itu yang baru saja merdeka, di mana colonial belanda masih berusaha dan berkeinginan untuk kembali berkuasa di Indonesia.
2. Menurut UU No 4 tahun 1950 (UU pendidikan dan pengajaran) bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran itu adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
3. Menurut ketetapan MPRS nomor II tahun 1996 bahwa tujuan pendidikan ialah mendidik anak kea rah terbentuknya manusia yang berjiwa pancasila dan bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat social Indonesia yang adil dan makmur material dan spiritual.
4. Rumusan tujuan pendidikan menurut Sistem Pendidikan Nasionl pancasila dengan penetapan presiden No. 19 tahun 1965, yang berbunyi sebagai berikut.
Tujuan pendidikan nasional kita, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan warga Negara- warga Negara sosialis Indonesia yang mulia, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur bak spiritual maupun material dan berjia pancasila.
Tujuan pendidikan diatas tidak dapat bertahan lama sebab dengan meletusnya G 30 S/PKI maka tujuan penidikan ini pun di tinggalkan. Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS Nomor XXVII tahun 1996, maka Keputusan presiden Nomor 19 Tahun 1965 tentang pokok pokok system pendidikan nasional tidak berlaku lagi.
5. Rumusan tujuan pendidikan nasional menurut Ketetapan MPR No. XXVII Tahun 1966 bahwa tujuan pendidika adalah membentuk manusia pancasialis sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan uan dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. Dalam ketetapan MPRS Nomor XXVII tesebut, tujuan pendidikan nasional Indonesia tercantum dalam bab II pasal 3, pembentukan manusia pancasialis sejati merupakan sesuatu yang sangat diperlukan untuk mengubah mental masyarakat indoktrunasi manipol USDEK, pemurnian semangat pancasila dianggap sebagai jaminan untuk tegaknya orde baru.
Demikianlah beberapa rumusan tujuan pendidikan yang pernah dilaksanakan di Indonesia, sebenarnya masih banyak beberapa rumusan yang lainnya, namun penulis tidak cantumkan dalam makalah ini. Tampak jelas kesejlanan rumusan tujuan pendidikan yang tersebut pada pasal 4 undang-undang NOmor 2 tahun 1989 dengan rumusan tujuan pendidikan yang tercantum dalam ketetapan-ketetapan MPR.
Seiring dengan perkembangan yang terus terjadi, dan adanya upaya memperbaiki system pendidikan Nasional yang terus menerus dilakukan, maka lahirlah UU No. 20 Tahun 2003, sebagai penyempurna UU. No 2 tahun 1989.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tujuan pendidikan nasionl ialah terdapat pada pasal 3 yang berbunyi bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

C. Pendidikan islam
Omar Muhammad al-Toumi al-syaibani mendefinisikan pendidikan islam dengan : “proses pengubahan tingkah laku individup pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitar, dengan cara pengajar sebagai satu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.”
Hasil seminar pendidikan Islam se-indonesia tahun 1960 dirumuskan pendidikan islam dengan : “bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran islam.” Upaya pendidikan dalam pengertian ini diarahkan pada keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, melalui bimbingan-bimbingan, pengarahan, pengajaran, pelatihan, pengasuhan, dan pengawasan yang kesemuanya dalam koridor ajaran islam.
Dari beberapa pengertian tersebut, serta beberapa pemahaman yang diturunkan dari beberapa istilah dalam pendidikan islam seperti tarbiyah, ta’lim, ta’dib, dan riyadhoh, maka pendidikan islam dapat dirumuskan sebagai berikut: “ proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensi-potensi, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.”


D. Tujuan Pendidikan Islam
Beberapa rumusan tujuan akhir pendidikan islam itu, antara lain :
1. Terhindar dari siksa api neraka. Sebagaimana yang di tegaskan Allah dalam QS. At-Tahrim: 6
2. Terwujudnya generasi yang kuat dan kokoh dalam segala aspeknya. Sebagaimana yang diisyaratkan Allah dalam QS. Annisa’:9 dan QS. Al-anfal: 60
3. Menjadikan peserta didik berguna dan bermanfaat bagi dirinya maupun bagi masyarakat. Sebagaimana yang ditegaskan oleh sayid sabiq (t.th: 237)
4. Tercapainya kehidupan yang sempurna, yang dalam istilah lain sering disebut sebagai “insane kamil”
5. Menjadi anak sholeh. Sebagaimana yang banyak diucapkan oleh orang tua dalam doa-doanya sewaktu menyambut kelahiran anak.
6. Terbentuknya manusia yang berpribadi muslim. Hal ini ditegaskan oleh anwar jundi yang menulis: “didalam konsep islam ini, tujuan pertama dan pokok dari penidikan ialah terbentuknya manusia yang berpribadi muslim.
Antara beberapa rumusan tujuan pendidikan tersebut, walaupun diungkapkan dengan rumusan yang berbeda-beda, namun sebenarnya bukan merupakan perbedaan yang prinsip apalagi kontradiktif, akan tetapi hanya berbeda dalam penekanannya masing-masing. Namun demikian, nampaknya rumusan yang dikemukakan oleh anwar jundi, yaitu terbentuknya manusia berpribadi muslim, sebagai rumusan yang paling bisa mencakup rumusan-rumusan yang lain.
Upaya untuk meningkatkan kualitas dan penyelenggaraan pendidikan islam senantiasa dilakukan setelah adanya usaha penegerian terhadap madrasah(pendidikan islam), maka terbitlah Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri 1975 antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri dalam Negeri tentang peningkatan mutu pendidikan islam, yang di latar belakangi bahwa siswa Madrasah sebagaimana halnya tiap-tiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian dan pengajaran yang sama sehingga lulusan Madrasah, yang menghendaki dapat melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

E. Relevansi Tujuan Pendidikan Islam dengan Tujuan Pendidikan Nasional
Dalam kamus ilmiah popular yang di tulis oleh M. Dahlan Al Barry, kata relevansi itu berarti “hubungan atau keterkaitan”. Jadi, relevansi tujuan pendidikan islam dengan tujuan pendidikan nasional dapat diartikan juga dengan hubungan atau keterkaitan tujuan pendidikan islam dan tujuan pendidikan nasional.
Dunia pendidikan islam dengan pendidikan pada umumnya, kadang-kadang memang mempunyai persamaan dan kadang-kadang memiliki perbedaan. Persamaan akan timbul karenaq sama-sama berangkat dari dua arah pendidikan yakni dari diri manusia sendiri yang memang fitrahnya untuk melakukan proses pendidikan. Kemudian dari budaya yakni masyarakat yang memang menginginkan usaha warisan nilai, maka semuanya memerlukan pendidikan.
Dari penjelasan di atas telah banyak kita ketahui semua tentang tujuan pendidikan, baik itu Pendidikan Nasional maupun Pendidikan Islam. Bahwa kedua jenis pendidikan ini memiliki hubungan yang amat sangat berperan dalam mensejahterakan manusia. Masyarakat Indonesia yang dalam hal ini sebagai perserta didik, yang mayoritasnya menganut agama islam berhak mendapatkan pendidikan juga. Karena itu merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab pemerintah Indonesia sebagai pemimpin dalam negeri ini. Sebagai mana yang tercantum pada UUD.
Bahkan dalam Al-Qur’an Allah berfirman yang artinya “dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan kepadamu, tetapi janganlah kamu melupakan bagimu di dunia…..”
Dari ayat diatas dapat kita pahami bahwa, kita harus mampu menyeimbangkan antara kebutuhan dunia dan akhirat. Salah satu untuk dapat menyeimbangkan antara kebutuhan dunia dan akhirat ialah melalui pendidikan ini. Melalui pendidikan Nasional pemerintah berupaya untuk dapat mensejahterakan warga negaranya dengan membekali mereka dengan ilmu pengetahuan dan tenologi. Sehingga manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Sedangkan melalui pendidikan Islam, pemerintah berupaya meningkatkan iman dan taqwa warga negaranya sebagai bekal di kehidupan akhirat kelak.
Jadi dengan adanya pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam terciptalah tujuan pemerintah dalam membentuk masyarakat yang berbekalkan IMTAQ dan IPTEK.



Bab III
PENUTUP

Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita ketahui bersama bahwa adanya relevansi antara Tujuan Pendidikan Nasional dengan Tujuan Pendidikan Islam dalam mensejahterakan masyarakatnya. Bahkan jika di tinjau dari UUD sisdiknas no 20 tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan Nasional itu tidak hannya mencerdaskan warga negaranya untuk berwawaskan IPTEK saja, akan tetapi pemerintah juga memperhatikan Pendidikan Islam sebagai upaya dalam membentuk masyarakat yang berwawasan IMTAQ.

DAFTAR PUSTAKA

Al Barry, Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Arkola Surabaya. 1994
Budiyanto, Mangun. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Griya santri. 2011
Hasbullah. Dasar-dasar ilmu pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009
Mujib, abdul. Ilmu Pendidikan islam. Jakarta: Kencana. 2006

konsep pendidikan Nasional Sebagai upaya meningkatkan KUalitas SDM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam undang-undang dasar 1945 alenia ke-4 adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa......”. Pemerintah melalui UUD tersebut mempunyai kewajiban atas warga negaranya untuk melaksanakan pendidikan sebagai usaha menciptakan warga negara yang cerdas dan berwawasan luas.
Pendidikan dalam UU N0. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Memperoleh pendidikan adalah hak setiap warga negara. Dan pemerintah wajib meberikan hak tersebut. Untuk memenuhi hak warga negaranya, maka pemerintah melaksanakan Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional selain sebagai fasilitas untuk warga negara indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup juga berguna sebagai ciri-ciri bangsa indonesia.
Dari beberapa pemaparan di atas, maka terdorong untuk menerangkan tentang Pendidikan Nasional secara mendalam. Namun makalah ini tidak secara mendalam membahas tentang Pendidikan Nasional, hanya akan membahas tetang beberapa konsep pendidikan nasionala sebagai upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia SDM.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah tujuan Pendidikan Nasional itu?
2. Bagaimana Konsep Pendidikan Nasionl itu, sehingga mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan Nasional

Dalam undang-undang RI no 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat 2, pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Oleh karena itu, maka pendidikan nasional pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari system pendidikan yang telah ada sebelumnya yang merupakan warisan budaya bangsa secara turun temurun.
Adapun fungsi pendidikan Nasional, sebagaimana ditegaskan pada pasal 3, yaitu: untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Tujuan nasional Negara kita termaktub dalam alenia IV pembukaan UUD 1945 yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Nasional
Sebagaimana kita ketahui, bangsa indonesia mempunyai filsafat hidup Pancasila, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia pun disusun ats dasar pancasila. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika pendidikan di Indonesia juga berdasarkan Pancasila, seperti termaktub dalam UU No. 4 tahun 19950, BAB III pasal 4 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran, yang berbunyi : “pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam pancasila undang-undang dasar (UUD) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan atas dasar kebudayaan bangsa Indonesia.
Hingga kini dasar dan tujuan pendidikan nasional secara yuridis masih sama, belum berubah. Hal itu ditetapkan kembali dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, bahwa pendidikan nasional berdasarkan pncasila dan Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Berbeda dengan dasar pendidikan di Indonesia yang tidak berubah, yakni Pancasila dan UUD 1945, tujuan pendidikan di Negeri ini secara yuridis selalu berubah-ubah:
Berikut ini dikemukakan tujuan-tujuan Pendidikan di Indonesia.
1. Rumusan berdasarkan SK Menteri Pendidikian dan kebudayaan No. 104/Bhg.O tanggal

1 maret 1946. Tujuan pendidikan adalah untuk menanamkan jiwa patriotisme. Hal ini sesuai dengan keadaan Indonesia pada waktu itu yang baru saja merdeka, di mana colonial belanda masih berusaha dan berkeinginan untuk kembali berkuasa di Indonesia.

2. Menurut UU No 4 tahun 1950 (UU pendidikan dan pengajaran) bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran itu adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

3. Menurut ketetapan MPRS nomor II tahun 1996 bahwa tujuan pendidikan ialah mendidik anak kea rah terbentuknya manusia yang berjiwa pancasila dan bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat social Indonesia yang adil dan makmur material dan spiritual.

4. Rumusan tujuan pendidikan menurut Sistem Pendidikan Nasionl pancasila dengan penetapan presiden No. 19 tahun 1965, yang berbunyi sebagai berikut.
“Tujuan pendidikan nasional kita, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan warga Negara- warga Negara sosialis Indonesia yang mulia, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur bak spiritual maupun material dan berjiwa pancasila”.
Tujuan pendidikan diatas tidak dapat bertahan lama sebab dengan meletusnya G 30 S/PKI maka tujuan penidikan ini pun di tinggalkan. Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS Nomor XXVII tahun 1996, maka Keputusan presiden Nomor 19 Tahun 1965 tentang pokok pokok system pendidikan nasional tidak berlaku lagi.

5. Rumusan tujuan pendidikan nasional menurut Ketetapan MPR No. XXVII Tahun 1966 bahwa tujuan pendidika adalah membentuk manusia pancasialis sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan uan dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. Dalam ketetapan MPRS Nomor XXVII tesebut, tujuan pendidikan nasional Indonesia tercantum dalam bab II pasal 3, pembentukan manusia pancasialis sejati merupakan sesuatu yang sangat diperlukan untuk mengubah mental masyarakat indoktrunasi manipol USDEK, pemurnian semangat pancasila dianggap sebagai jaminan untuk tegaknya orde baru.
Demikianlah beberapa rumusan tujuan pendidikan yang pernah dilaksanakan di Indonesia, sebenarnya masih banyak beberapa rumusan yang lainnya, namun penulis tidak cantumkan dalam makalah ini. Tampak jelas kesejlanan rumusan tujuan pendidikan yang tersebut pada pasal 4 undang-undang NOmor 2 tahun 1989 dengan rumusan tujuan pendidikan yang tercantum dalam ketetapan-ketetapan MPR.
Seiring dengan perkembangan yang terus terjadi, dan adanya upaya memperbaiki system pendidikan Nasional yang terus menerus dilakukan, maka lahirlah UU No. 20 Tahun 2003, sebagai penyempurna UU. No 2 tahun 1989.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tujuan pendidikan nasionl ialah terdapat pada pasal 3 yang berbunyi bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

C. Prinsip Penyelenggraan Pendidikan
Dalam proses pembelajaran (PBM) pada suatu instansi pendidikan, pendidik (guru) dan para pelaku pendidikan perlu mengetahui betul perihal prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebab hal itu merupakan titik tolak yang dijadikan pijakan penting dalam dunia pendidikan nasional kita.
Prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional tersebut secara jelas diuraikan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 4 bahwa.

1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan secara tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multi makna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembelajaran dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan menghitung, bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan

D. Konsep Pendidikan Nasional sebagai Upaya meningkatlan kualitas SDM
Makna-Makna Program Pendidikan Umum Berkaitan Dengan Pola-Pola (Patern) Pada Materi Pokok Instruksionalnya, Pola-Pola tersebut dapat dikonsepkan Sebagai Berikut :
1. Pola Simbolik
Dengan Pola Ini Siswa Dimbimbing Untuk Nantinya Dapat Memiliki Kemampuan Dalam Berbahasa, Membaca Angka-Angka, Mengenal Tanda-Tanda Hitung Dan Dapat Menggunakan Simbol-Simbol Untuk Mengekspresikan Makna-Makna Yang Terstruktur. Pola Ini Dapat Dicapai Dengan Menganjarkan Pelajaran Bahasa Dan Matematika.
2. Pola Empiric
Dengan Pola Ini Siswa Dibimbing Untuk Nantinya Dapat Memiliki Kemampuan Dalam Mendiskripsikan Fakta-Fakta Empiris, Membuat Generalisasi Atau Formulasi Teoritis Tentang Gejala – Gejala Alam, Sosial Dan Jiwa Manusia. Pola Ini Dapat Dipenuhi Dengan Mengajarkan Fisika, Ilmu Hayat Atau Biologi, Psikologi Dan Juga Ilmu-Ilmu Sosial.
3. Pola Estetik
Dengan Pola Estetik Ini Siswa Dibimbing Untuk Nantinya Memiliki Kemampuan Berapresiasi Dan Berkreasi. Dengan Demikian Siswa Mampu Mengapresiasi Berbagai Objek Visual Yang Mengandung Nilai-Nilai Estetik Dalam Lingkungan Kehidupannya, Serta Mampu Berkreasi Dengan Memenuhi Syarat-Syarat Estetika Yang Telah Didalaminya. Untuk Dapat Mencapai Tujuan Dengan Diterapkannya Pola Ini Kepada Siswa Diajarkan Tentang Pengajaran Seni (Musik, Drama, Lukis, Dan Visual), Kesusastraan Dan Juga Filsafat.
4. Pola Synoetik
Dengan Melalui Pola Ini Siswa Dibimbing Untuk Nantinya Dapat Memiliki Kemampuan Memandang Dan Menyadari Keberadaan Nilai-Nilai Secara Langsung Dalam Arti Dapat Merasakan Dan Menyadarinya Bahwa Keberadaan Dirinya Diberi Arti Oleh Keberadaan Orang Lain Dilingkungannya, Sehingga Anak Mampu Menghayati Tentang Keberadaan Hidup Bersama Dalam Masyarakat. Pola Ini Dapat Dipenuhi Dengan Mengajarkan Filsafat, Kesenian, Pendidikan Agama, Dan Ilmu Sosial.
5. Pola Etika
Dengan Pola Etika Siswa Dibimbing Untuk Nantinya Memiliki Kemampuan Tentang Moralitas, Sehingga Dalam Hidupnya Senatiasa Bertindak Dengan Memperhatikan Pertimbangan Nilai, Norma, Etika, Sopan-Santun Dan Hukum Positif Yang Ada Dan Dijunjung Tinggi Oleh Masyarakat. Hal Itu Akan Menjadikan Pola Fikir, Sikap Dan Tindakannya Bersifat Etis. Pola Etik Dapat Dipenuhi Dengan Memberikan Etika, Moral, Filsafat Dan Agama.
6. Pola Synoptik
Pola Ini Menetapkan Atau Menentukan Terbentuknya Kemampuan Dalam Mengambil Keputusan Dengan Mempertimbangkan Nilai-Nilai Baik Dan Buruk Pada Persoalan Yang Dihadapinya. Dalam Pola Ini Termasuk Kemampuan Meyakini Dan Mengimani Sesuatu Pandangan Hidup. Pola Ini Dapat Dicapai Dengan Memberikan Pangajaran Agama, Moral, Sejarah Kebudayaan Dan Juga Filsafat.
Dari beberapa pemaparan diatas, Jika setiap komponen-komponen dari sebuah sitem Pendidikan Nasional tersebut dapat terlaksana secara maksimal, dan merata ke semua kalangan masyarakat maka peran pendidikan disini dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia secara keseluruhan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Secara keseluruhan Pendidikan Nasional Indonesia yang diselenggarakan oleh pemerintah, jika dilaksanakan secara maksimal dan merata dalam artian setiap masyarakat atau warga negara memperoleh pendidikan, dan memang hal itu sudah menjadi tanggung jawab pemerintah terhadap warga negaranya, maka kualitas Sumber Daya Manusia akan dapat meningkat sesuai dengan kebutuhan zaman yang akan dihadapi oleh peserta didiknya. Karena hakekat adanya pendidikan itu adalah untuk mempersiapkan manusia yang mampu menghadapi zaman yang akan dihadapinya.
Selain itu, pendidikan Nasional merupkan cerminan suatu bangsa , dan sebagai ciri-ciri Bangsa Indonesia yang membedakan dengan bangsa yang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Mahfud , Choirul, 2006, Pendidikan Multikultural (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), cet. I september
Hasbullah, 2009, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada)
Undang-Undang Dasar No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS

Pengikut